Hukum internasional adalah bagian
hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya,
Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara
namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks
pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi
struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu,
perusahaan multinasional dan individu.
Hukum internasional adalah hukum
bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa
dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku
dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum
antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan
antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Perbedaan dan persamaan
Hukum
Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata
Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan
perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum
perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata
(nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan
kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi
batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
Persamaannya adalah bahwa keduanya
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara(internasional).
Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya).
Bentuk Hukum internasional[sunting |
sunting sumber]
Hukum Internasional terdapat beberapa
bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian
dunia (region) tertentu :
Hukum Internasional Regional
Hukum Internasional yang
berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional
Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf)
dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living
resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi
hukum Internasional Umum.
Hukum Internasional Khusus
Hukum Internasional dalam bentuk
kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa
mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan
tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan.
Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.
Hukum Internasional merupakan
keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas negara antara:
negara dengan negara
negara dengan subyek hukum lain bukan
negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.
Hukum Internasional dan Hukum
Dunia[sunting | sunting sumber]
Hukum Internasional didasarkan atas
pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang
berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak
dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara
anggota masyarakat internasional yang sederajat.
Hukum Dunia berpangkal pada dasar
pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional
law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua
negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara
nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum
subordinasi.
Masyarakat dan Hukum
Internasional[sunting | sunting sumber]
Adanya masyarakat-masyarakat
Internasional sebagai landasan sosiologis hukum internasional.
Adanya suatu masyarakat Internasional.
Adanya masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang terdapat
antara anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang
disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang
tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan
kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga mengakibatkan
timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama merupakan
suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan
Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang
diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada
hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks
kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan
erat.
Asas hukum yang bersamaan sebagai
unsur masyarakat hukum internasional. Suatu kumpulan bangsa untuk dapat
benar-benar dikatakan suatu masyarakat Hukum Internasional harus ada unsur
pengikat yaitu adanya asas kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini.
Betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara
tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa merupakan hukum alam
(naturerech) yang mengharuskan bangsa-bangsa di dunia hidup berdampingan secara
damai dapat dikembalikan pada akal manusia (ratio) dan naluri untuk
mempertahankan jenisnya.
Kedaulatan Negara : Hakekat dan
Fungsinya Dalam Masyarakat Internasional.
Negara dikatakan berdaulat (sovereian)
karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara
berdaulat berarti negara itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak
mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan
mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam dirinya:
Kekuasaan itu berakhir dimana
kekuasaan suatu negara lain mulai.
Kekuasaan itu terbatas pada batas
wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.
Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan
kesamaan derajat tidak bertentangan satu dengan lain bahkan merupakan perwujudan
dan pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat
mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur.
Masyarakat Internasional dalam
peralihan: perubahan-perubahan dalam peta bumi politik, kemajuan teknologi dan
struktur masyarakat internasional.
Masyarakat Internasional mengalami
berbagai perubahan yang besar dan pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang
terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini sudah dimulai pada
permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia. Timbulnya
negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang
lain terutama sesudah Perang Dunia
Perubahan Kedua ialah kemajuan
teknologi.
Kemajuan teknologi berbagai alat
perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara.
Perkembangan golongan ialah timbulnya
berbagai organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi
terlepas dari negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi
hukum kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai
terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif
berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara
sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum koordinasi,
timbul suatu komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum
subordinasi.
Sejarah dan PerkembangannyaHukum
Internaasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara
negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan
atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional
yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian
Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.
Zaman dahulu kala sudah terdapat
ketentuan yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa:
Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno
telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta,
suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut
Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan
Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya
penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang
hukum.
Hukum Internasional didasarkan atas
pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang
berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak
dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara
anggota masyarakat internasional yang sederajat.
Hukum Dunia berpangkal pada dasar
pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional
law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua
negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara
nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum
subordinasi. Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab Perjanjian Lama,
mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing dan
cara melakukan perang.Dalam hukum perang masih dibedakan (dalam hukum perang
Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga
diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.
Lingkungan kebudayaan Yunani. Hidup
dalam negara-negara kita. Menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam
2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab
(barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan
(arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.
Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional
waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak
dimanapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal manusia.
Hukum Internasional sebagai hukum yang
mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang
pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu
imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan
Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan
dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur
hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak
sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah
konsep seperti occupatio servitut dan bona fides. Juga asas “pacta sunt
servanda” merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga.
Abad pertengahan
Selama abad pertengahan dunia Barat
dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan
gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa
waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara
yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan
Yunani.
Di samping masyarakat Eropa Barat,
pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan
kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam.
Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktikan diplomasi untuk mempertahankan
supremasinya. Oleh karenanya praktik Diplomasi sebagai sumbangan yang
terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di
bidang Hukum Perang.
Perjanjian Westphalia
Perjanjian Damai Westphalia terdiri
dari dua perjanjian yang ditandatangani di dua kota di wilayah Westphalia,
yaitu di Osnabrück (15 Mei 1648) dan di Münster (24 Oktober 1648). Kedua
perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di
Kekaisaran Romawi Suci dan Perang 80 Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan
Belanda.
Perdamaian Westphalia dianggap sebagai
peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap
sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas
negara-negara nasional. Sebabnya adalah :
Selain mengakhiri perang 30 tahun,
Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang
telah terjadi karena perang itu di Eropa .
Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk
selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.
Hubungan antara negara-negara
dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan
nasional negara itu masing-masing.
Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan
negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Perjanjian Westphalia meletakkan dasar
bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu
didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas
kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni
pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.
Dasar-dasar yang diletakkan dalam
Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech yang penting artinya
dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan
sebagai asas politik internasional.
Ciri-ciri masyarakat
Internasional
Negara merupakan satuan teritorial
yang berdaulat.
Hubungan nasional yang satu dengan
yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat.
Masyarakat negara-negara tidak
mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad
pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja.
Hubungan antara negara-negara
berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil alih pengertian lembaga Hukum Perdata,
Hukum Romawi.
Negara mengakui adanya Hukum
Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi
menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap
hukum ini.
Tidak adanya Mahkamah (Internasional)
dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum
Internasional.
Anggapan terhadap perang yang dengan
lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum
justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah
satu cara penggunaan kekerasan.
Tokoh Hukum Internasional
Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum
Internasional atas berlakunya hukum alam. Hukum alam telah dilepaskan dari
pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas praktik negara dan
perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum alam yang
diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.
Fransisco Vittoria (biarawan Dominikan
– berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis mengenai
hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam
tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum
bangsa-bangsa ia namakan ius intergentes.
Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De
legibius ae Deo legislatore (on laws and God as legislator) mengemukakan adanya
suatu hukum atau kaedah obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam
hubungan antara mereka.
Balthazer Ayala (1548-1584) dan
Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak
ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi.