X MM 1

Selasa, 03 Juni 2014

Budi Utomo dan Sarekat Islam


Budi Utomo
            Budi Utomo ( ejaan Soewandi :  Boedi Oetomo ) adalah sebuah organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. Digagaskan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal gerakan yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Saat ini tanggal berdirinya Budi Utomo, 20 Mei, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
            Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pada pukul sembilan pagi, bertempat di salah satu ruang belajar STOVIA, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka. Maka lahirlah Boedi Oetomo. Namun, para pemuda juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa "kaum tua" yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.
            Tujuan yang hendak dicapai dari pendirian organisasi Budi Utomo tersebut antara lain:
ü  Memajukan pengajaran.
ü  Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan.
ü  Memajukan teknik dan industri.
ü  Menghidupkan kembali kebudayaan.
            Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin organisasi. Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan "priayi" atau para bangsawan dari kalangan keraton, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo, bekas Bupati Karanganyar (presiden pertama Budi Utomo), dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman.
Perkembangan
            Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruh nyalah pengertian mengenai "Tanah Air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air api udara" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.
            Pada tanggal 3-5 Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Kota Yogyakarta. Hingga diadakannya kongres yang pertama ini, BU telah memiliki tujuh cabang di beberapa kota, yakni Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo. Pada kongres di Yogyakarta ini, diangkatlah Raden Adipati Tirtokoesoemo (mantan bupati Karanganyar) sebagai presiden Budi Utomo yang pertama. Semenjak dipimpin oleh Raden Adipati Tirtokoesoemo, banyak anggota baru BU yang bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga banyak anggota muda yang memilih untuk menyingkir. Pada masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman. Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
            Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.
            Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.
            Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota. Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme "Indonesia" ada dan merupakan unsur yang paling penting.
Sejarah Budi Utomo
            Organisasi Budi Utomo lahir pada tanggal 20 Mei 1908 dan menjadi tonggak permulaan pergerakan nasional di Indonesia. Pada awal berdirinya, organisasi Budi Utomo hanya bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial budaya. Organisasi ini mendirikan sejumlah sekolah yang bernama Budi Utomo dengan tujuan berusaha memelihara serta memajukan kebudayaan Jawa. Anggota Budi Utomo terdiri dari kalangan atas suku Jawa dan Madura.
            Budi Utomo memiliki sejumlah tokoh penting, antara lain: Dr. Sutomo, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Gunawan Mangunkusumo. Sejak tahun 1915 organisasi Budi Utomo bergerak di bidang politik. Gerakan nasionalisme Budi Utomo yang berciri politik dilatari oleh berlangsungnya Perang Dunia I. Peristiwa Perang Dunia I mendorong pemerintah kolonial Hindia-Belanda memberlakukan milisi bumiputera, yaitu wajib militer bagi warga pribumi.
            Dalam perjuangannya di bidang politik, Budi Utomo memberi syarat untuk pemberlakuan wajib militer tersebut. Syarat tersebut adalah harus dibentuk terlebih dulu sebuah lembaga perwakilan rakyat (Volksraad). Usul Budi Utomo disetujui oleh Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum sehingga terbentuk Volksraad pada tanggal 18 Mei 1918. Di dalam lembaga Volksraad terdapat perwakilan organisasi Budi Utomo, yaitu Suratmo Suryokusomo.
            Menyadari arti penting manfaat organisasi pergerakan bagi rakyat, maka pada tahun 1920 organisasi Budi Utomo membuka diri untuk menerima anggota dari kalangan masyarakat biasa. Dengan bergabungnya masyarakat luas dalam organisasi Budi Utomo, hal ini menjadikan organisasi tersebut berfungsi menjadi pergerakan rakyat. Kondisi ini dibuktikan dengan adanya pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut kehidupan yang lebih baik.
            Sejak tahun 1930 Budi Utomo membuka keanggotaannya untuk semua bangsa Indonesia. Dalam bidang politik, Budi Utomo memiliki cita-cita untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Dengan demikian, Budi Utomo telah berkembang menjadi sebuah organisasi dengan sifat dan tujuan nasionalisme.
            Untuk mencapai tujuan tersebut, pada tahun 1935 Budi Utomo menggabungkan diri dengan Partai Bangsa Indonesia (PBI) yang didirikan oleh Dr. Sutomo. Hasil peleburan Budi Utomo dan PBI adalah Partai Indonesia Raya (Parindra) yang diketuai oleh Dr. Sutomo.
Biografi Dr. Sutomo
            Dokter Sutomo yang bernama asli Subroto ini lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888. Ketika belajar di STOVIA (Sekolah Dokter), ia bersama rekan-rekannya, atas saran dr. Wahidin Sudirohusodo mendirikan Budi Utomo (BU), organisasi modem pertama di Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1908, yang kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Kelahiran BU sebagai Perhimpunan nasional Indonesia, dipelopori oleh para pemuda pelajar STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen) yaitu Sutomo, Gunawan, Suraji dibantu oleh Suwardi Surjaningrat, Saleh, Gumbreg, dan lain-lain. Sutomo sendiri diangkat sebagai ketuanya.
            Tujuan perkumpulan ini adalah kemajuan nusa dan bangsa yang harmonis dengan jalan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat.
            Kemudian kongres peresmian dan pengesahan anggaran dasar BU diadakan di Yogyakarta 5 Okt 1908. Pengurus pertama terdiri dari: Tirtokusumo (bupati Karanganyar) sebagai ketua; Wahidin Sudirohusodo (dokter Jawa), wakil ketua; Dwijosewoyo dan Sosrosugondo (kedua-duanya guru Kweekschool), penulis; Gondoatmodjo (opsir Legiun Pakualaman), bendahara; Suryodiputro (jaksa kepala Bondowoso), Gondosubroto (jaksa kepala Surakarta), dan Tjipto Mangunkusumo (dokter di Demak) sebagai komisaris.
            Sutomo setelah lulus dari STOVIA tahun 1911, bertugas sebagai dokter, mula-mula di Semarang, lalu pindah ke Tuban, pindah lagi ke Lubuk Pakam (Sumatera Timur) dan akhirnya ke Malang. Saat bertugas di Malang, ia membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan.
            Ia banyak memperoleh pengalaman dari seringnya berpindah tempat tugas. Antara lain, ia semakin banyak mengetahui kesengsaraan rakyat dan secara langsung dapat membantu mereka. Sebagai dokter, ia tidak menetapkan tarif, bahkan adakalanya pasien dibebaskan dari pembayaran.
            Kemudian ia memperoleh kesempatan memperdalam pengetahuan di negeri Belanda pada tahun 1919. Sekembalinya di tanah air, ia melihat kelemahan yang ada pada Budi Utomo. Waktu itu sudah banyak berdiri partai politik. Karena itu, ia ikut giat mengusahakan agar Budi Utomo bergerak di bidang politik dan keanggotaannya terbuka buat seluruh rakyat.



Sarekat Islam
            Sarekat Islam pada awalnya adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang diberi nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun 1911 di kota Solo. Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam. Sarekat Islam (SI) dapat dipandang sebagai salah satu gerakan yang paling menonjol sebelum Perang Dunia II.
            Pendiri Sarekat Islam, Haji Samanhudi adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean (Solo) yang mempunyai banyak pekerja, sedangkan pengusaha-pengusaha batik lainnya adalah orang-orang Cina dan Arab.
            Tujuan utama SI pada awal berdirinya adalah menghidupkan kegiatan ekonomi pedagang Islam Jawa. Keadaan hubungan yang tidak harmonis antara Jawa dan Cina mendorong pedagang-pedagang Jawa untuk bersatu menghadapi pedagang-pedagang Cina. Di samping itu agama Islam merupakan faktor pengikat dan penyatu kekuatan pedagang-pedagang Islam.
            Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir terhadap perkembangan SI yang begitu pesat. SI dianggap membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda, karena mampu memobilisasikan massa. Namun Gubernur Jenderal Idenburg (1906-1916) tidak menolak kehadiran Sarekat Islam. Keanggotaan Sarekat Islam semakin luas.
 Sejarah Sarekat Islam
            Pada kongres Sarekat Islam di Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih sebagai Ketua Sarekat Islam. Ia berusaha tetap mempertahankan keutuhan dengan mengatakan bahwa kecenderungan untuk memisahkan diri dari Central Sarekat Islam harus dikutuk dan persatuan harus dijaga karena Islam sebagai unsur penyatu.
            Politik Kanalisasi Idenburg cukup berhasil, karena Central Sarekat Islam baru diberi pengakuan badan hukum pada bulan Maret 1916 dan keputusan ini diambil ketika ia akan mengakhiri masa jabatannya. Idenburg digantikan oleh Gubernur Jenderal van Limburg Stirum (1916-1921). Gubernur Jenderal baru itu bersikap agak simpatik terhadap Sarekat Islam.
            Namun sebelum Kongres Sarekat Islam Kedua tahun 1917 yang diadakan di Jakarta muncul aliran revolusionaer sosialistis yang dipimpin oleh Semaun. Pada saat itu ia menduduki jabatan ketua pada SI lokal Semarang. Walaupun demikian, kongres tetap memutuskan bahwa tujuan perjuangan Sarekat Islam adalah membentuk pemerintah sendiri dan perjuangan melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat. Dalam Kongres itu diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam Voklsraad. HOS Tjokroaminoto (anggota yang diangkat) dan Abdul Muis (anggota yang dipilih) mewakili Sarekat Islam dalam Dewan Rakyat (Volksraad).
            Pada Kongres Sarekat Islam Ketiga tahun 1918 di Surabaya, pengaruh Sarekat Islam semakin meluas.
            Sementara itu pengaruh Semaun menjalar ke tubuh SI. Ia berpendapat bahwa pertentangan yang terjadi bukan antara penjajah-penjajah, tetapi antara kapitalis-buruh. Oleh karena itu, perlu memobilisasikan kekuatan buruh dan tani disamping tetap memperluas pengajaran Islam. Dalam Kongres SI Keempat tahun 1919, Sarekat Islam memperhatikan gerakan buruh dan Sarekat Sekerja karena hal ini dapat memperkuat kedudukan partai dalam menghadapi pemerintah kolonial. Namun dalam kongres ini pengaruh sosial komunis telah masuk ke tubuh Central Sarekat Islam (CSI) maupun cabang-cabangnya. Dalam Kongres Sarekat Islam kelima tahun 1921, Semaun melancarkan kritik terhadap kebijaksanaan Central Sarekat Islam yang menimbulkan perpecahan.
            Rupanya benih perpecahan semakin jelas dan dua aliran itu tidak dapat dipersatukan kembali. Dalam Kongres Luar Biasa Central Sarekat Islam yang diselenggarakan tahun 1921 dibicarakan masalah disiplin partai. Abdul Muis (Wakil Ketua CSI) yang menjadi pejabat Ketua CSI menggantikan Tjokroaminoto yang masih berada di dalam penjara, memimpin kongres tersebut. Akhirnya Kongres tersebut mengeluarkan ketetapan aturan Disiplin Partai. Artinya, dengan dikeluarkannya aturan tersebut, golongan komunis yang diwakili oleh Semaun dan Darsono, dikeluarkan dari Sarekat Islam. Dengan pemecatan Semaun dari Sarekat Islam, maka Sarekat Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat Islam Putih yang berasaskan kebangsaan keagamaan di bawah pimpinan Tjokroaminoto dan Sarekat Islam Merah yang berasaskan komunis di bawah pimpinan Semaun yang berpusat di Semarang.
            Pada Kongres Sarekat Islam Ketujuh tahun 1923 di Madiun diputuskan bahwa Central Sarekat Islam digantikan menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). dan cabang Sarekat Islam yang mendapat pengaruh komunis menyatakan diri bernaung dalam Sarekat Rakyat yang merupakan organisasi di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI).

            Pada periode antara tahun 1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis perjuangan parlementer dan evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan politik kerja sama dengan pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923, Sarekat Islam menempuh garis perjuangan nonkooperatif. Artinya, organisasi tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri. Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
            Pada tahun 1927 nama Partai Sarekat Islam ditambah dengan “Indonesia” untuk menunjukan perjuangan kebangsaan dan kemudian namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Perubahan nama itu dikaitkan dengan kedatangan dr. Sukiman dari negeri Belanda. Namun dalam tubuh PSII terjadi perbedaan pendapat antara Tjokroaminoto yang menekankan perjuangan kebangsaan di satu pihak, dan di pihka lain dr. Sukiman yang menyatakan keluar dari PSII dan mendirikan Partai Islam Indonesia (PARI). Perpecahan ini melemahkan PSII. Akhirnya PSII pecah menjadi PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, PSII, dan PARI dr. Sukiman
            Sejarah perjalan serikat Dagang Islam mengalami pasang surut,didalam percaturan politik tanah air,sejak jaman penjajahan belanda sampai saat ini, Namun yang harus kita ambil pelajaran bahwa cita-cita dari organisasi Seikat Dagang Islam dalam melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan, itulah yang harus menjadi insvirator dan motivator bagi kita generasi muda hari ini untuk terus berjuang memajukan bangsa dan negara
Garis Besar Tentang SAREKAT  ISLAM
            Serikat Islam berdiri di Solo tahun 1911 oleh Haji Saman Hudi. Semula Organisasi ini bernama Serikat Dagang Islam. Atas anjuran HOS Cokroaminoto kata “Dagang” dalam Serikat Dagang Islam dihilangkan dengan maksud agar ruang geraknya lebih luas tidak dalam bidang dagang saja.
            Adapun faktor-faktor yang mendorong didirikannya Serikat Islam adalah:
ü  Faktor ekonomi, yaitu untuk memperkuat diri menghadapi Cina yang mempermainkan  penjualan bahan baku batik.
ü  Faktor agama, yaitu untuk memajukan agama Islam.

Tujuan Serikat Islam meliputi:
ü  Mengembangkan jiwa dagang,
ü  Membantu para anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha,
ü  Memajukan pengajaran dan semua usaha yang menaikkan derajat rakyat,
ü  Memperbaiki pendapat yang keliru mengenai agama Islam, dan
ü  Hidup menurut perintah agama.
            Adapun faktor-faktor yang menyebabkan Serikat Islam cepat berkembang adalah:
ü  Kesadaran sebagai bangsa yang mulai tumbuh,
ü  Sifatnya kerakyatan,
ü  Didasari agama Islam,
ü  Persaingan dalam perdagangan, dan
ü  Digerakkan para ulama.
Latar belakang berdirinya
            Kongres Serikat Islam pertama pada bulan Januari 1913 di Surabaya dengan hasil:
·         Menegaskan bahwa Serikat Islam bukan partai politik,
·         Serikat Islam tidak bermaksud melawan pemerintah Belanda,
·         Memilih HOS Cokroaminoto sebagai ketua, dan
·         Menetapkan Surabaya sebagai pusat Serikat Islam.
Serikat Islam pecah menjadi dua
            Pada tahun 1914 berdiri organisasi berpaham sosialis yang didirikan oleh Sneevlit, yaitu ISDV (Indische Social Democratische Vereeniging). Namun organisasi yang didirikan orang Belanda di Indonesia ini tidak mendapat simpati rakyat, oleh karena itu diadakan “Gerakan Penyusupan” ke dalam tubuh Serikat Islam yang akhirnya berhasil mempengaruhi tokoh-tokoh Serikat Islam muda seperti Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin.
Akibatnya banyak anggota Serikat Islam yang menjadi sosialis terutama Serikat Islam cabang Semarang. Sejak inilah keanggotaan Serikat Islam pecah menjadi dua yang disebut Serikat Islam Merah yang berhaluan Komunis dan Serikat Islam Putih yang asli. Serikat Islam Merah dipimpin oleh Semaun dan Tan Malaka, Serikat Islam Putih dipimpin oleh Agus Salim dan Abdul Muis, Cokroaminoto.

Kyai Agus Salim melakukan tindakan:
·         Mengadakan disiplin partai,
·         Meningkatkan pendidikan kader Serikat Islam dalam rangka memperkuat organisasi, Mengubah CSI (Central Serikat Islam) menjadi PSI (Partai Serikat Islam) (tahun 1923), kemudian diubah lagi menjadi PSII (Partai Serikat Islam Indonesia) (tahun 1929), dan
·         Memperkuat pengaruh agama dalam organisasi.
·         Tindakan pengurus Serikat Islam tersebut dilawan oleh pimpinan Serikat Islam Merah dengan mendirikan kantor Serikat Islam Merah dimana Serikat Islam Putih berada.
Tokoh-Tokoh SAREKAT  ISLAM :
1.      Kiai Haji Samanhudi
            Kiai Haji Samanhudi nama kecilnya ialah Sudarno Nadi.(Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, 1868–Klaten, Jawa Tengah28 Desember 1956) adalah pendiri Sarekat Dagang Islamiyah, sebuah organisasi massa di Indonesia yang awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta.
            Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan oleh penguasa penjajahan Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan pedagang Cina pada tahun 1911. Oleh sebab itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1911, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya.
Ia dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo.Sesudah itu,Serikat Islam dipimpin oleh Haji   
2.      Oemar Said Cokroaminito
            Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 6 Agustus 1882 – meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun) adalah seorang pemimpin organisasi Sarekat Islam (SI) di Indonesia.
            Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai bupati Ponorogo.
            Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, ia mempunyai tiga murid yang selanjutnya memberikan warna bagi sejarah pergerakan Indonesia, yaitu Musso yang sosialis/komunis, Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang agamis.

            Pada bulan Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung dengan organisasi Sarekat Islam. Ia dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin.
            Salah satu kata mutiara darinya yang masyhur adalah “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat”. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan.
3.      Semaun
            Semaun (lahir di Curahmalang, kecamatan Sumobito, termasuk dalam kawedanan Mojoagung, kabupaten Jombang, Jawa Timur sekitar tahun 1899 dan wafat pada tahun 1971) adalah Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI).
            Kemunculannya di panggung politik pergerakan dimulai di usia belia, 14 tahun. Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling Surabaya. Setahun kemudian, 1915, bertemu dengan Sneevliet dan diajak masuk ke Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV) afdeeling Surabaya yang didirikan Sneevliet dan Vereeniging voor Spoor-en Tramwegpersoneel, serikat buruh kereta api dan trem (VSTP) afdeeling Surabaya. Pekerjaan di Staatsspoor akhirnya ditinggalkannya pada tahun 1916 sejalan dengan kepindahannya ke Semarang karena diangkat menjadi propagandis VSTP yang digaji. Penguasaan bahasa Belanda yang baik, terutama dalam membaca dan mendengarkan, minatnya untuk terus memperluas pengetahuan dengan belajar sendiri, hubungan yang cukup dekat dengan Sneevliet, merupakan faktor-faktor penting mengapa Semaoen dapat menempati posisi penting di kedua organisasi Belanda itu.
            Di Semarang, ia juga menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu, dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang. Semaoen adalah figur termuda dalam organisasi. Di tahun belasan itu, ia dikenal sebagai jurnalis yang andal dan cerdas. Ia juga memiliki kejelian yang sering dipakai sebagai senjata ampuh dalam menyerang kebijakan-kebijakan kolonial.
            Pada tahun 1918 dia juga menjadi anggota dewan pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Pemogokan terbesar dan sangat berhasil di awal tahun 1918 dilancarkan 300 pekerja industri furnitur. Pada tahun 1920, terjadi lagi pemogokan besar-besaran di kalangan buruh industri cetak yang melibatkan SI Semarang. Pemogokan ini berhasil memaksa majikan untuk menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dan uang makan 10 persen.
            Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. Sikap dan prinsip komunisme yang dianut Semaoen membuat renggang hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya.
            PKI pada awalnya adalah bagian dari Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921. Pada akhir tahun itu juga dia meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya kembali di SI tetapi kurang berhasil.
4.      Abdul Muis
            Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi, Sumatera Barat, 3 Juli 1883 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota Volksraad pada tahun 1918 mewakili Centraal Sarekat Islam. Ia dimakamkan di TMP Cikutra - Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959)



Daftar Pustaka

https://www.google.com/
http://ridwanaz.com/umum/sejarah/sejarah-berdirinya-budi-utomo-dan-awal-pergerakan-nasional-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Budi_Utomo
http://handikap60.blogspot.com/2013/01/sejarah-budi-utomo.html
http://billykrisnaa.blogspot.com/2013/01/sejarah-budi-utomo_26.html
http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/12/biografi-dr-sutomo.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDQQFjAB&url=http%3A%2F%2Fgudangblog.googlecode.com%2Ffiles%2FSAREKAT%2520ISLAM.docx&ei=8wFlUefhKM7orQe014DIBA&usg=AFQjCNEsEUGHJcGbXciMjE2uTQ5mojzG5g&sig2=OqiQdPhe1aI2HuOf1ZDaiQ&bvm=bv.44990110,d.bmk

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar