Budi Utomo
Budi Utomo ( ejaan Soewandi : Boedi Oetomo ) adalah sebuah organisasi
pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan
Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. Digagaskan oleh Dr.
Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, dan kebudayaan
tetapi tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal gerakan yang
bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini
awalnya hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Saat ini tanggal
berdirinya Budi Utomo, 20 Mei, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pada
pukul sembilan pagi, bertempat di salah satu ruang belajar STOVIA, Soetomo
menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air
ada di tangan mereka. Maka lahirlah Boedi Oetomo. Namun, para pemuda juga
menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak, di
samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa
"kaum tua" yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para pemuda
sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.
Tujuan yang hendak dicapai dari
pendirian organisasi Budi Utomo tersebut antara lain:
ü Memajukan pengajaran.
ü Memajukan pertanian, peternakan dan
perdagangan.
ü Memajukan teknik dan industri.
ü Menghidupkan kembali kebudayaan.
Sepuluh tahun pertama Budi Utomo
mengalami beberapa kali pergantian pemimpin organisasi. Kebanyakan memang para
pemimpin berasal kalangan "priayi" atau para bangsawan dari kalangan
keraton, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo, bekas Bupati Karanganyar
(presiden pertama Budi Utomo), dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton
Pakualaman.
Perkembangan
Budi Utomo mengalami fase perkembangan
penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker,
seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus
terang mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat
pengaruh nyalah pengertian mengenai "Tanah Air Indonesia" makin lama
makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah
Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi
persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang
Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air api udara" (Indonesia)
adalah di atas segala-galanya.
Pada tanggal 3-5 Oktober 1908, Budi
Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Kota Yogyakarta. Hingga
diadakannya kongres yang pertama ini, BU telah memiliki tujuh cabang di
beberapa kota, yakni Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya,
dan Ponorogo. Pada kongres di Yogyakarta ini, diangkatlah Raden Adipati
Tirtokoesoemo (mantan bupati Karanganyar) sebagai presiden Budi Utomo yang
pertama. Semenjak dipimpin oleh Raden Adipati Tirtokoesoemo, banyak anggota
baru BU yang bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga
banyak anggota muda yang memilih untuk menyingkir. Pada masa itu pula muncul
Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi
para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam,
untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah
oleh, antara lain, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk
mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan.
Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya
gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo
agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih
oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo
memang belum berpengalaman. Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan
tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa
kasus yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak
merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang
Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat
pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
Kemarahan
itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara)
untuk menulis sebuah artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya
Saya Seorang Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat
pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya
bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan Tjipto
Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: Boemi
Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam
pergerakan orang-orang pribumi.
Agak berbeda dengan Goenawan
Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi
menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme.
Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa
"nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni
bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera
maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.
Pendapat tersebut bertentangan dengan
beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme
Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain.
Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi
hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota. Namun,
Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam
perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme "Indonesia"
ada dan merupakan unsur yang paling penting.
Sejarah Budi Utomo
Organisasi Budi Utomo lahir pada
tanggal 20 Mei 1908 dan menjadi tonggak permulaan pergerakan nasional di
Indonesia. Pada awal berdirinya, organisasi Budi Utomo hanya bergerak dalam
bidang pendidikan dan sosial budaya. Organisasi ini mendirikan sejumlah sekolah
yang bernama Budi Utomo dengan tujuan berusaha memelihara serta memajukan
kebudayaan Jawa. Anggota Budi Utomo terdiri dari kalangan atas suku Jawa dan
Madura.
Budi Utomo memiliki sejumlah tokoh
penting, antara lain: Dr. Sutomo, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Gunawan
Mangunkusumo. Sejak tahun 1915 organisasi Budi Utomo bergerak di bidang
politik. Gerakan nasionalisme Budi Utomo yang berciri politik dilatari oleh
berlangsungnya Perang Dunia I. Peristiwa Perang Dunia I mendorong pemerintah
kolonial Hindia-Belanda memberlakukan milisi bumiputera, yaitu wajib militer
bagi warga pribumi.
Dalam perjuangannya di bidang
politik, Budi Utomo memberi syarat untuk pemberlakuan wajib militer tersebut.
Syarat tersebut adalah harus dibentuk terlebih dulu sebuah lembaga perwakilan
rakyat (Volksraad). Usul Budi Utomo disetujui oleh Gubernur Jenderal Van
Limburg Stirum sehingga terbentuk Volksraad pada tanggal 18 Mei 1918. Di dalam
lembaga Volksraad terdapat perwakilan organisasi Budi Utomo, yaitu Suratmo
Suryokusomo.
Menyadari arti penting manfaat
organisasi pergerakan bagi rakyat, maka pada tahun 1920 organisasi Budi Utomo
membuka diri untuk menerima anggota dari kalangan masyarakat biasa. Dengan
bergabungnya masyarakat luas dalam organisasi Budi Utomo, hal ini menjadikan
organisasi tersebut berfungsi menjadi pergerakan rakyat. Kondisi ini dibuktikan
dengan adanya pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut kehidupan yang lebih
baik.
Sejak tahun 1930 Budi Utomo membuka
keanggotaannya untuk semua bangsa Indonesia. Dalam bidang politik, Budi Utomo
memiliki cita-cita untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Dengan demikian, Budi
Utomo telah berkembang menjadi sebuah organisasi dengan sifat dan tujuan
nasionalisme.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pada
tahun 1935 Budi Utomo menggabungkan diri dengan Partai Bangsa Indonesia (PBI)
yang didirikan oleh Dr. Sutomo. Hasil peleburan Budi Utomo dan PBI adalah
Partai Indonesia Raya (Parindra) yang diketuai oleh Dr. Sutomo.
Biografi Dr. Sutomo
Dokter Sutomo yang bernama asli
Subroto ini lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888. Ketika belajar di
STOVIA (Sekolah Dokter), ia bersama rekan-rekannya, atas saran dr. Wahidin
Sudirohusodo mendirikan Budi Utomo (BU), organisasi modem pertama di Indonesia,
pada tanggal 20 Mei 1908, yang kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional. Kelahiran BU sebagai Perhimpunan nasional Indonesia, dipelopori oleh
para pemuda pelajar STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen) yaitu
Sutomo, Gunawan, Suraji dibantu oleh Suwardi Surjaningrat, Saleh, Gumbreg, dan
lain-lain. Sutomo sendiri diangkat sebagai ketuanya.
Tujuan perkumpulan ini adalah
kemajuan nusa dan bangsa yang harmonis dengan jalan memajukan pengajaran,
pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, kebudayaan,
mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang
terhormat.
Kemudian kongres peresmian dan
pengesahan anggaran dasar BU diadakan di Yogyakarta 5 Okt 1908. Pengurus
pertama terdiri dari: Tirtokusumo (bupati Karanganyar) sebagai ketua; Wahidin
Sudirohusodo (dokter Jawa), wakil ketua; Dwijosewoyo dan Sosrosugondo
(kedua-duanya guru Kweekschool), penulis; Gondoatmodjo (opsir Legiun
Pakualaman), bendahara; Suryodiputro (jaksa kepala Bondowoso), Gondosubroto
(jaksa kepala Surakarta), dan Tjipto Mangunkusumo (dokter di Demak) sebagai
komisaris.
Sutomo setelah lulus dari STOVIA
tahun 1911, bertugas sebagai dokter, mula-mula di Semarang, lalu pindah ke
Tuban, pindah lagi ke Lubuk Pakam (Sumatera Timur) dan akhirnya ke Malang. Saat
bertugas di Malang, ia membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan.
Ia banyak memperoleh pengalaman dari
seringnya berpindah tempat tugas. Antara lain, ia semakin banyak mengetahui
kesengsaraan rakyat dan secara langsung dapat membantu mereka. Sebagai dokter,
ia tidak menetapkan tarif, bahkan adakalanya pasien dibebaskan dari pembayaran.
Kemudian ia memperoleh kesempatan
memperdalam pengetahuan di negeri Belanda pada tahun 1919. Sekembalinya di
tanah air, ia melihat kelemahan yang ada pada Budi Utomo. Waktu itu sudah
banyak berdiri partai politik. Karena itu, ia ikut giat mengusahakan agar Budi
Utomo bergerak di bidang politik dan keanggotaannya terbuka buat seluruh
rakyat.
Sarekat Islam
Sarekat Islam pada awalnya adalah
perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang diberi nama Sarekat Dagang Islam
(SDI). Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun 1911 di kota Solo.
Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang tampuk
pimpinan dan mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam. Sarekat Islam
(SI) dapat dipandang sebagai salah satu gerakan yang paling menonjol sebelum
Perang Dunia II.
Pendiri Sarekat Islam, Haji Samanhudi
adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean (Solo) yang mempunyai banyak
pekerja, sedangkan pengusaha-pengusaha batik lainnya adalah orang-orang Cina
dan Arab.
Tujuan utama SI pada awal berdirinya
adalah menghidupkan kegiatan ekonomi pedagang Islam Jawa. Keadaan hubungan yang
tidak harmonis antara Jawa dan Cina mendorong pedagang-pedagang Jawa untuk
bersatu menghadapi pedagang-pedagang Cina. Di samping itu agama Islam merupakan
faktor pengikat dan penyatu kekuatan pedagang-pedagang Islam.
Pemerintah Hindia Belanda merasa
khawatir terhadap perkembangan SI yang begitu pesat. SI dianggap membahayakan
kedudukan pemerintah Hindia Belanda, karena mampu memobilisasikan massa. Namun
Gubernur Jenderal Idenburg (1906-1916) tidak menolak kehadiran Sarekat Islam.
Keanggotaan Sarekat Islam semakin luas.
Sejarah
Sarekat Islam
Pada kongres Sarekat Islam di
Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih sebagai Ketua Sarekat
Islam. Ia berusaha tetap mempertahankan keutuhan dengan mengatakan bahwa
kecenderungan untuk memisahkan diri dari Central Sarekat Islam harus dikutuk
dan persatuan harus dijaga karena Islam sebagai unsur penyatu.
Politik Kanalisasi Idenburg cukup
berhasil, karena Central Sarekat Islam baru diberi pengakuan badan hukum pada
bulan Maret 1916 dan keputusan ini diambil ketika ia akan mengakhiri masa
jabatannya. Idenburg digantikan oleh Gubernur Jenderal van Limburg Stirum
(1916-1921). Gubernur Jenderal baru itu bersikap agak simpatik terhadap Sarekat
Islam.
Namun sebelum Kongres Sarekat Islam
Kedua tahun 1917 yang diadakan di Jakarta muncul aliran revolusionaer
sosialistis yang dipimpin oleh Semaun. Pada saat itu ia menduduki jabatan ketua
pada SI lokal Semarang. Walaupun demikian, kongres tetap memutuskan bahwa
tujuan perjuangan Sarekat Islam adalah membentuk pemerintah sendiri dan
perjuangan melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat. Dalam Kongres itu
diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam Voklsraad. HOS Tjokroaminoto
(anggota yang diangkat) dan Abdul Muis (anggota yang dipilih) mewakili Sarekat
Islam dalam Dewan Rakyat (Volksraad).
Pada Kongres Sarekat Islam Ketiga
tahun 1918 di Surabaya, pengaruh Sarekat Islam semakin meluas.
Sementara itu pengaruh Semaun
menjalar ke tubuh SI. Ia berpendapat bahwa pertentangan yang terjadi bukan
antara penjajah-penjajah, tetapi antara kapitalis-buruh. Oleh karena itu, perlu
memobilisasikan kekuatan buruh dan tani disamping tetap memperluas pengajaran
Islam. Dalam Kongres SI Keempat tahun 1919, Sarekat Islam memperhatikan gerakan
buruh dan Sarekat Sekerja karena hal ini dapat memperkuat kedudukan partai
dalam menghadapi pemerintah kolonial. Namun dalam kongres ini pengaruh sosial
komunis telah masuk ke tubuh Central Sarekat Islam (CSI) maupun
cabang-cabangnya. Dalam Kongres Sarekat Islam kelima tahun 1921, Semaun
melancarkan kritik terhadap kebijaksanaan Central Sarekat Islam yang
menimbulkan perpecahan.
Rupanya benih perpecahan semakin
jelas dan dua aliran itu tidak dapat dipersatukan kembali. Dalam Kongres Luar
Biasa Central Sarekat Islam yang diselenggarakan tahun 1921 dibicarakan masalah
disiplin partai. Abdul Muis (Wakil Ketua CSI) yang menjadi pejabat Ketua CSI
menggantikan Tjokroaminoto yang masih berada di dalam penjara, memimpin kongres
tersebut. Akhirnya Kongres tersebut mengeluarkan ketetapan aturan Disiplin
Partai. Artinya, dengan dikeluarkannya aturan tersebut, golongan komunis yang
diwakili oleh Semaun dan Darsono, dikeluarkan dari Sarekat Islam. Dengan
pemecatan Semaun dari Sarekat Islam, maka Sarekat Islam pecah menjadi dua,
yaitu Sarekat Islam Putih yang berasaskan kebangsaan keagamaan di bawah
pimpinan Tjokroaminoto dan Sarekat Islam Merah yang berasaskan komunis di bawah
pimpinan Semaun yang berpusat di Semarang.
Pada Kongres Sarekat Islam Ketujuh
tahun 1923 di Madiun diputuskan bahwa Central Sarekat Islam digantikan menjadi
Partai Sarekat Islam (PSI). dan cabang Sarekat Islam yang mendapat pengaruh
komunis menyatakan diri bernaung dalam Sarekat Rakyat yang merupakan organisasi
di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada periode antara tahun 1911-1923
Sarekat Islam menempuh garis perjuangan parlementer dan evolusioner. Artinya,
Sarekat Islam mengadakan politik kerja sama dengan pemerintah kolonial. Namun
setelah tahun 1923, Sarekat Islam menempuh garis perjuangan nonkooperatif.
Artinya, organisasi tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial, atas
nama dirinya sendiri. Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan bahwa
tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam.
Karena tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat
Islam menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Pada tahun 1927 nama Partai Sarekat
Islam ditambah dengan “Indonesia” untuk menunjukan perjuangan kebangsaan dan
kemudian namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Perubahan nama
itu dikaitkan dengan kedatangan dr. Sukiman dari negeri Belanda. Namun dalam
tubuh PSII terjadi perbedaan pendapat antara Tjokroaminoto yang menekankan
perjuangan kebangsaan di satu pihak, dan di pihka lain dr. Sukiman yang
menyatakan keluar dari PSII dan mendirikan Partai Islam Indonesia (PARI).
Perpecahan ini melemahkan PSII. Akhirnya PSII pecah menjadi PSII Kartosuwiryo,
PSII Abikusno, PSII, dan PARI dr. Sukiman
Sejarah perjalan serikat Dagang Islam
mengalami pasang surut,didalam percaturan politik tanah air,sejak jaman
penjajahan belanda sampai saat ini, Namun yang harus kita ambil pelajaran bahwa
cita-cita dari organisasi Seikat Dagang Islam dalam melepaskan diri dari segala
bentuk penjajahan, itulah yang harus menjadi insvirator dan motivator bagi kita
generasi muda hari ini untuk terus berjuang memajukan bangsa dan negara
Garis Besar Tentang SAREKAT ISLAM
Serikat Islam berdiri di Solo tahun
1911 oleh Haji Saman Hudi. Semula Organisasi ini bernama Serikat Dagang Islam.
Atas anjuran HOS Cokroaminoto kata “Dagang” dalam Serikat Dagang Islam
dihilangkan dengan maksud agar ruang geraknya lebih luas tidak dalam bidang
dagang saja.
Adapun faktor-faktor yang mendorong
didirikannya Serikat Islam adalah:
ü Faktor ekonomi, yaitu untuk
memperkuat diri menghadapi Cina yang mempermainkan penjualan bahan baku batik.
ü Faktor agama, yaitu untuk memajukan
agama Islam.
Tujuan Serikat Islam meliputi:
ü Mengembangkan jiwa dagang,
ü Membantu para anggota yang mengalami
kesulitan dalam bidang usaha,
ü Memajukan pengajaran dan semua usaha
yang menaikkan derajat rakyat,
ü Memperbaiki pendapat yang keliru
mengenai agama Islam, dan
ü Hidup menurut perintah agama.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan
Serikat Islam cepat berkembang adalah:
ü Kesadaran sebagai bangsa yang mulai
tumbuh,
ü Sifatnya kerakyatan,
ü Didasari agama Islam,
ü Persaingan dalam perdagangan, dan
ü Digerakkan para ulama.
Latar belakang berdirinya
Kongres Serikat Islam pertama pada
bulan Januari 1913 di Surabaya dengan hasil:
·
Menegaskan
bahwa Serikat Islam bukan partai politik,
·
Serikat
Islam tidak bermaksud melawan pemerintah Belanda,
·
Memilih
HOS Cokroaminoto sebagai ketua, dan
·
Menetapkan
Surabaya sebagai pusat Serikat Islam.
Serikat Islam pecah menjadi dua
Pada tahun 1914 berdiri organisasi
berpaham sosialis yang didirikan oleh Sneevlit, yaitu ISDV (Indische Social
Democratische Vereeniging). Namun organisasi yang didirikan orang Belanda di
Indonesia ini tidak mendapat simpati rakyat, oleh karena itu diadakan “Gerakan
Penyusupan” ke dalam tubuh Serikat Islam yang akhirnya berhasil mempengaruhi
tokoh-tokoh Serikat Islam muda seperti Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin.
Akibatnya banyak anggota Serikat Islam yang menjadi
sosialis terutama Serikat Islam cabang Semarang. Sejak inilah keanggotaan
Serikat Islam pecah menjadi dua yang disebut Serikat Islam Merah yang berhaluan
Komunis dan Serikat Islam Putih yang asli. Serikat Islam Merah dipimpin oleh
Semaun dan Tan Malaka, Serikat Islam Putih dipimpin oleh Agus Salim dan Abdul
Muis, Cokroaminoto.
Kyai Agus Salim melakukan tindakan:
·
Mengadakan
disiplin partai,
·
Meningkatkan
pendidikan kader Serikat Islam dalam rangka memperkuat organisasi, Mengubah CSI
(Central Serikat Islam) menjadi PSI (Partai Serikat Islam) (tahun 1923),
kemudian diubah lagi menjadi PSII (Partai Serikat Islam Indonesia) (tahun
1929), dan
·
Memperkuat
pengaruh agama dalam organisasi.
·
Tindakan
pengurus Serikat Islam tersebut dilawan oleh pimpinan Serikat Islam Merah
dengan mendirikan kantor Serikat Islam Merah dimana Serikat Islam Putih berada.
Tokoh-Tokoh SAREKAT ISLAM :
1. Kiai Haji Samanhudi
Kiai Haji Samanhudi nama kecilnya
ialah Sudarno Nadi.(Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, 1868–Klaten, Jawa Tengah28
Desember 1956) adalah pendiri Sarekat Dagang Islamiyah, sebuah organisasi massa
di Indonesia yang awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di
Surakarta.
Dalam dunia perdagangan, Samanhudi
merasakan perbedaan perlakuan oleh penguasa penjajahan Belanda antara pedagang
pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan pedagang Cina pada tahun 1911.
Oleh sebab itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi
sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1911, ia mendirikan
Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya.
Ia dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo.Sesudah
itu,Serikat Islam dipimpin oleh Haji
2. Oemar Said Cokroaminito
Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto
(lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 6 Agustus 1882 – meninggal di Yogyakarta, 17
Desember 1934 pada umur 52 tahun) adalah seorang pemimpin organisasi Sarekat
Islam (SI) di Indonesia.
Tjokroaminoto adalah anak kedua dari
12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat
pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga
menjabat sebagai bupati Ponorogo.
Sebagai salah satu pelopor pergerakan
nasional, ia mempunyai tiga murid yang selanjutnya memberikan warna bagi
sejarah pergerakan Indonesia, yaitu Musso yang sosialis/komunis, Soekarno yang
nasionalis, dan Kartosuwiryo yang agamis.
Pada bulan Mei 1912, Tjokroaminoto
bergabung dengan organisasi Sarekat Islam. Ia dimakamkan di TMP Pekuncen,
Yogyakarta, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin.
Salah satu kata mutiara darinya yang
masyhur adalah “Setinggi-tinggi ilmu,
semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat”. Ini menggambarkan suasana
perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang
pejuang kemerdekaan.
3. Semaun
Semaun (lahir di Curahmalang,
kecamatan Sumobito, termasuk dalam kawedanan Mojoagung, kabupaten Jombang, Jawa
Timur sekitar tahun 1899 dan wafat pada tahun 1971) adalah Ketua Umum Pertama Partai
Komunis Indonesia (PKI).
Kemunculannya di panggung politik
pergerakan dimulai di usia belia, 14 tahun. Saat itu, tahun 1914, ia bergabung
dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling Surabaya. Setahun kemudian, 1915, bertemu
dengan Sneevliet dan diajak masuk ke Indische Sociaal-Democratische
Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV) afdeeling
Surabaya yang didirikan Sneevliet dan Vereeniging voor Spoor-en
Tramwegpersoneel, serikat buruh kereta api dan trem (VSTP) afdeeling Surabaya.
Pekerjaan di Staatsspoor akhirnya ditinggalkannya pada tahun 1916 sejalan
dengan kepindahannya ke Semarang karena diangkat menjadi propagandis VSTP yang
digaji. Penguasaan bahasa Belanda yang baik, terutama dalam membaca dan
mendengarkan, minatnya untuk terus memperluas pengetahuan dengan belajar
sendiri, hubungan yang cukup dekat dengan Sneevliet, merupakan faktor-faktor
penting mengapa Semaoen dapat menempati posisi penting di kedua organisasi
Belanda itu.
Di Semarang, ia juga menjadi redaktur
surat kabar VSTP berbahasa Melayu, dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat
Islam Semarang. Semaoen adalah figur termuda dalam organisasi. Di tahun belasan
itu, ia dikenal sebagai jurnalis yang andal dan cerdas. Ia juga memiliki
kejelian yang sering dipakai sebagai senjata ampuh dalam menyerang
kebijakan-kebijakan kolonial.
Pada tahun 1918 dia juga menjadi
anggota dewan pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang,
Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Pemogokan terbesar dan sangat
berhasil di awal tahun 1918 dilancarkan 300 pekerja industri furnitur. Pada
tahun 1920, terjadi lagi pemogokan besar-besaran di kalangan buruh industri
cetak yang melibatkan SI Semarang. Pemogokan ini berhasil memaksa majikan untuk
menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dan uang makan 10 persen.
Bersama-sama dengan Alimin dan
Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan
memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. Sikap dan prinsip komunisme yang
dianut Semaoen membuat renggang hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23
Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan
kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai
ketuanya.
PKI pada awalnya adalah bagian dari
Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan
besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921. Pada akhir tahun itu juga dia
meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya
sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia
mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya
kembali di SI tetapi kurang berhasil.
4. Abdul Muis
Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar,
Bukittinggi, Sumatera Barat, 3 Juli 1883 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 17
Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia.
Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah
menjadi anggota Volksraad pada tahun 1918 mewakili Centraal Sarekat Islam. Ia
dimakamkan di TMP Cikutra - Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional
yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959)
Daftar Pustaka
https://www.google.com/
http://ridwanaz.com/umum/sejarah/sejarah-berdirinya-budi-utomo-dan-awal-pergerakan-nasional-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Budi_Utomo
http://handikap60.blogspot.com/2013/01/sejarah-budi-utomo.html
http://billykrisnaa.blogspot.com/2013/01/sejarah-budi-utomo_26.html
http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/12/biografi-dr-sutomo.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDQQFjAB&url=http%3A%2F%2Fgudangblog.googlecode.com%2Ffiles%2FSAREKAT%2520ISLAM.docx&ei=8wFlUefhKM7orQe014DIBA&usg=AFQjCNEsEUGHJcGbXciMjE2uTQ5mojzG5g&sig2=OqiQdPhe1aI2HuOf1ZDaiQ&bvm=bv.44990110,d.bmk